Hallo! Namaku Anissella amarta. Aku biasa dipanggil Nisel. Aku sangat gemar
berpetualangan. Hari ini adalah hari
liburanku ke rumah kakek yang berada di desa.
Ketika
pagi hari mulai datang aku bergegas bangun dari tempat tidurku. Ku lihat jam, ternyata
masih pukul 05.00 WIB. Segera kubasuh muka dan menuju ke ruang tamu, aku
memberi makan burung kesayanganku bernama Briel—lebih bagus dari namaku
ya. Setelah memberi makan aku merasa kedinginan lalu kuambil jaket dan kutengok
jendela yang masih petang dan tertutup kabut tebal. Aku mendengar suara
nyanyian yang cukup indah. “la la la la ne ne ne...”
“Suara siapa itu ??
merdunya..” gumanku kagum. Ku ajak briel untuk menemaniku mencari suara itu, Briel sudah berkali kali kuajak
berpetualangan, tidak masalah jika nanti ia akan hilang dariku toh dia tau
jalan pulang. Ketika aku membuka pintu dan mulai berjalan ku lihat seorang anak
yang sebaya denganku berlari, karena kabut yang tebal aku tidak dapat
melihatnya dengan begitu jelas kuikuti dia ketika kuikuti dia serasa suara itu
mulai terdengar lebih keras. Sepertinya ia anak yang sama-sama mencari asal
suara itu. Tapi ia menghilang sekejap saja di perempatan aku bingung, ia belok
atau terus akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan petualanganku hari ini.
Ketika kembali, ayah dan ibu telah berada di ruang tamu.
“Darimana saja kamu
sel? Pagi pagi kamu sudah membuat ulah”ujar ayahku.
“Ak.. aku tadi keluar untuk
menikmati pemandangan ,yah”ujarku.
“Alah.. paling paling ya petualangan”sela
kakakku, Gladis.
“Benar itu, Sel?” tanya ayah. Lalu kujawab dengan terpaksa
dan takut,”iya yah”.
“Nisel, sudah berapa kali ayah mengingatkan, jika akan
pergi izin dulu kalau ada apa apa bagaimana? Kamu ini masih berumur 11
tahun” ibu menasehati.
“Tapi bu, ayah melarangku padahal aku suka sekali berpetualang
dan aku juga sudah cukup besar”ujarku merengek.
“Baiklah baiklah kamu boleh petualang asalkan kamu harus izin dan di temani kakak”jelas ayah.
“Tapi yah,
kak Gladis kan penakut dan tidak suka kotor”ujarku. “Bagaimana kalo ditemani
kak Nira?, ia cukup berani dan sudah cukup besar”usulku. Ayahku hanya
mengangguk.
Sorenya,
aku menghampiri teman di desaku yaitu kak Nira yang kubilang tadi pada ayah. Ia
juga penyayang binatang.
“Kak Nira, kakak mau ikut berpetualang denganku?”tanyaku.
“Kemana?” tanyannya.
“Aku juga tidak tau, yang penting tadi pagi aku melihat
anak sebaya denganku berlari ke arah suara merdu itu”ungkapku.
“Suara merdu?”
tanyanya bingung.
“Apa kakak tidak dengar, padahal anak itu menghilang setelah
melewati rumah kakak”ujarku.
“Menghilang? Aduh, jangan-jangan hantu. Kakak
nggak mau ikut deh”ujarnya yang takut dengan hantu.
“Ayo dong kak, itu bukan
hantu. Mungkin ia menghilang karena tertutup kabut tadi pagi”ujarku mencari
alasan supaya ia mau ikut.
“hm.. baiklah aku akan ikut. Tapi
kapan?”tanyanya.
“Besok pagi jam setengah lima kakak kerumahku. Semoga saja
suara merdu dan anak itu ada”ujarku.
“Apa?!! Besok pagi Sel? Kenapa harus jam
segitu?” ujarnya. “sudahlah kak, tidak apa apa. Tetep ikut kan kak” rayuku.
“baiklah”jawabnya dengan terpaksa.
Pagi
harinya, aku dan kak Nira menunggu di ruang tamu. Dan ternyata benar suara itu
masih terdengar dan kami mulai keluar. Kami juga melihat anak yang kutemui
kemarin pagi. Kamipun mengikutinya hingga kami terhenti di jalan setapak yang
cukup sempit karena jejak anak itu mulai hilang. Kita segera berlari untuk
mengejarnya ketika kabut pagi sudah mulai mereda kami lega karena kini kami
dapat melihat cukup jelas anak itu memakai baju cokelat dengan celana selutut
dan ternyata ia laki laki. Kami terus mengikutinya dari kejauhan, Kamipun harus
melewati sawah dan jembatan. Andai saja kak Gladis bersamaku pasti dia akan
merengek minta pulang,gumanku. Kami lalu mendengar langkah kaki seperti menuju
ke arah kami.
“aduh, langkah kaki siapa itu, Sel?” tanya kak Nira.
“jangan
takut kak, kalau orang jahat aku bawa kayu , kalau hantu aku bawa buku
do’a”ujarku menenangkan. Suara langkah kaki itu semakin cepat seolah olah orang
itu berlari dan jantungku berdegup kencang. Ternyata seorang petani yang akan
mengingatkan kita.
“Kalian mau kemana? Ini jalan bahaya!”ujarnya.
“Maaf pak,
kami hanya ingin berpetualang”ujarku.
“Hati hati, jalan disini licin. Banyak
wisatawan yang terpeleset lalu jatuh”jelasnya.
“Oh begitu, terimakasih infonya
pak. Kami akan berhati hati”ujarku. Lalu petani itu pergi.
“Tuh kan, jangan-jangan
tempat ini angker. Pulang aja yuk” ajak kak Nira.
“Ah kakak ini, ayo kita
lanjutkan perjalanan. Griel, kira kira masih jauh nggak ya?”tanyaku pada
burungku itu. Tiba-tiba anak itu terlihat lagi, ia menuju goa yang cukup gelap
kamipun masuk untung saja aku membawa senter.
Setelah
berjalan menelusuri goa kamipun keluar goa dengan wajah berseri seri dimana
suara itu berasal dari tempat ini. Akhirnya, aku dapat menemukan darimana asal
suara ini, ku lihat sekeliling banyak pohon, bunga, burung burung berterbangan
dan kelinci, kuda serta ikan ikan. Aku takjub dengan pemandangan yang
tersembunyi ini, lalu ku tengok anak yang ku kejar tadi menghampiri seorang
gadis dewasa yang sedang memainkan alat musik serta bernyayanyi “lalalalalala..
ohh nananananana.. ne.. ne.. nenene..” nyanyiannya. Ketika aku menikmati lagu
itu tiba tiba ada seseorang yang memegang pundakku akupun terkejut kubalikkan
badanku ternyata adalah lelaki yang kami kejar tadi.
“Hai, kau mengikutiku ya??
Kenalkan aku Glown dan yang bernyanyi itu adalah kakakku Glyen. Nyanyiannya
sangat indah,bukan?”tanyanya kepadaku.
“Oh, kalau aku Nisel. Sangat indah
sekali nyanyianya”ujarku. “apa kau mau berbicara dengannya?”tanyanya.
“Tentu!!”
ujarku semangat.
“Hai, selamat datang di rumah kami”ujarnya.
“Wah, suaranya
lembut dam indah sekali ditambah wajahnya yang manis bersinar”guman kak Nira
kagum. Lamunannya buyar ketika kak Glyen menepuk pundaknya, kak Nira tersipu.
Sudah hampir 2 jam disini dan
kulihat jam hijau yang melingkar di lenganku menunjukan pukul 10.25. Aku
terkejut dan langsung pamit karena harus segera pulang kamipun diberi kalung
merpati putih dengan bunga disekililingnya , tempat itu sangat indah seperti
bukan di dunia nyata. "Terimakasih sudah datang" ujar Kak Glyen.
Ketika melewati jalan yang diperingatkan tadi, aku lupa
dan terpeleset jatuh kebawah kami saling berpegangan tangan karena jika aku
melepaskan genggamanku pasti aku akan jatuh dan kehilangan nyawa. Ternyata
benar aku tidak kuat menahan genggaman dan terjatuh. “BRAAKK!” ternyata aku
jatuh dari ranjang tidurku itu. Huftt.. ku kira nyata ternyata hanya mimpi tapi
kalung merpati itu ada di meja kamarku, akupun bingung ku tengok jam 5 pagi
padahal aku sudah punya janji pada kak Nira tapi akhirnya aku membatalkan semua
itu karena jika aku pulang dari petualangan hal yang sama mungkin akan terjadi
dan sepertinya ini adalah peringatan untukku dan nyanyian itu masih juga
terdengar.
Hmm.. sudahlah itu sudah berlalu. Sekarang
aku harus pulang ke kota. Ketika pulang aku termenung “hmm.. apakah kak Nira
juga bermimpi sepertiku? Kira kira lelaki dan kakaknya itu benar benar ada
tidak ya??” gumanku sembari menengok kalung merpati itu lalu dibalik jendela
aku melihat Glown yang tersenyum dan mengedipkan satu matanya untukku lalu aku
membalasnya. Ternyata Glown dan kak Glyen benar-benar ada.
Just a Short Story.
Nashfaza Wury
20 April 2015
Cerpen ini dibuat 2 tahun yang lalu awal-awal bikin cerpen jadi agak nggak jelas. Hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar